Tantangan KPK dari Demokrat |
Politik di Indonesia ialah pasar gelap, tempat politisi dan pengusaha mendagangkan kekuasaan. Praktik itu kian kentara akhir-akhir ini setelah semakin banyak saudagar merangkap anggota DPR.
Dengan impunitas yang dimiliki, anggota dewan telah menjadi mesin pendulang uang haram bagi partai mereka. DPR telah menjadi bungker yang nyaman bagi para koruptor.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas saat membuka sebuah konferensi internasional di Bali pada Selasa (10/5) mencatat tren korupsi di parlemen meningkat. Meski tidak menyebut secara kuantitatif, KPK memastikan DPR telah menjadi lahan subur korupsi.
Publik sudah lama tahu sejumlah anggota dewan dibui karena tersandung korupsi. Bahkan terakhir sebuah rombongan besar anggota DPR periode 1999-2004 ditahan. Mereka tersangkut kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom tahun 2004.
Seakan tak jera, kini DPR lagi-lagi diguncang skandal dugaan suap. Dua elite Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, bendahara umum, dan wakil sekjen Angelina Sondakh terseret ke pusaran kasus dugaan suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang yang menelan biaya sekitar Rp200 miliar.
Awalnya kasus itu hanya melibatkan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mirdo Rosalina Manulang, dan Direktur Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohamad El Idris. Belakangan muncul nama Nazaruddin dan Angelina.
Nazaruddin disebut-sebut sebagai atasan Rosa yang memerintahkan Rosa untuk menemani Idris menemui Wafid saat ketiganya ditangkap KPK pada 21 April.
Angelina, Koordinator Anggaran Komisi X DPR yang membidangi antara lain olahraga, disebut-sebut sebagai tim sukses yang mengegolkan anggaran pembangunan Wisma Atlet SEA Games itu.
Partai Demokrat tentu saja tersengat. Nazaruddin dan Angelina pun membantah semua tudingan itu. Bahkan Partai Demokrat mendesak KPK segera menuntaskan kasus itu karena tuduhan-tuduhan yang berkembang amat merugikan partai pemerintah itu.
Tanpa ditantang pun kita yakin KPK terus bekerja mengumpulkan bukti keterlibatan siapa saja dalam kasus itu. Apalagi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono berjanji tidak akan melindungi kader partainya yang diduga terlibat suap. SBY juga mempersilakan KPK menegakkan hukum dan memastikan tidak tebang pilih.
Kita ingatkan KPK agar menyambut tantangan Partai Demokrat secara profesional. Tidak mencampuradukkan hukum dengan politik. KPK mestinya juga tidak terpengaruh dengan hasil pemeriksaan Dewan Kehormatan Partai Demokrat yang menyatakan Nazaruddin tetap bendahara umum partai itu.
Masa jabatan KPK pimpinan Busyro Muqoddas akan berakhir Desember. Artinya tinggal enam bulan. KPK tak punya banyak pilihan. Dikenang publik karena membabat habis koruptor kakap atau dikubur sejarah lantaran berkompromi dengan para penggerogot uang negara.
Sekarang momentum emas bagi KPK untuk membuktikan apakah sekadar menjadi pelayan rezim ataukah menjadi pengabdi kebenaran dan keadilan.
Dengan impunitas yang dimiliki, anggota dewan telah menjadi mesin pendulang uang haram bagi partai mereka. DPR telah menjadi bungker yang nyaman bagi para koruptor.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas saat membuka sebuah konferensi internasional di Bali pada Selasa (10/5) mencatat tren korupsi di parlemen meningkat. Meski tidak menyebut secara kuantitatif, KPK memastikan DPR telah menjadi lahan subur korupsi.
Publik sudah lama tahu sejumlah anggota dewan dibui karena tersandung korupsi. Bahkan terakhir sebuah rombongan besar anggota DPR periode 1999-2004 ditahan. Mereka tersangkut kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom tahun 2004.
Seakan tak jera, kini DPR lagi-lagi diguncang skandal dugaan suap. Dua elite Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, bendahara umum, dan wakil sekjen Angelina Sondakh terseret ke pusaran kasus dugaan suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang yang menelan biaya sekitar Rp200 miliar.
Awalnya kasus itu hanya melibatkan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mirdo Rosalina Manulang, dan Direktur Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohamad El Idris. Belakangan muncul nama Nazaruddin dan Angelina.
Nazaruddin disebut-sebut sebagai atasan Rosa yang memerintahkan Rosa untuk menemani Idris menemui Wafid saat ketiganya ditangkap KPK pada 21 April.
Angelina, Koordinator Anggaran Komisi X DPR yang membidangi antara lain olahraga, disebut-sebut sebagai tim sukses yang mengegolkan anggaran pembangunan Wisma Atlet SEA Games itu.
Partai Demokrat tentu saja tersengat. Nazaruddin dan Angelina pun membantah semua tudingan itu. Bahkan Partai Demokrat mendesak KPK segera menuntaskan kasus itu karena tuduhan-tuduhan yang berkembang amat merugikan partai pemerintah itu.
Tanpa ditantang pun kita yakin KPK terus bekerja mengumpulkan bukti keterlibatan siapa saja dalam kasus itu. Apalagi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono berjanji tidak akan melindungi kader partainya yang diduga terlibat suap. SBY juga mempersilakan KPK menegakkan hukum dan memastikan tidak tebang pilih.
Kita ingatkan KPK agar menyambut tantangan Partai Demokrat secara profesional. Tidak mencampuradukkan hukum dengan politik. KPK mestinya juga tidak terpengaruh dengan hasil pemeriksaan Dewan Kehormatan Partai Demokrat yang menyatakan Nazaruddin tetap bendahara umum partai itu.
Masa jabatan KPK pimpinan Busyro Muqoddas akan berakhir Desember. Artinya tinggal enam bulan. KPK tak punya banyak pilihan. Dikenang publik karena membabat habis koruptor kakap atau dikubur sejarah lantaran berkompromi dengan para penggerogot uang negara.
Sekarang momentum emas bagi KPK untuk membuktikan apakah sekadar menjadi pelayan rezim ataukah menjadi pengabdi kebenaran dan keadilan.
MOTIVATOR TODAY :
0 comments:
Post a Comment